Goro – Goro Menurut Alqur’an
Joyoboyo meramalkan bahwa tanda kemunculan Satrio Piningit apabila telah terjadi “goro-goro”.
Yang dimaksud dengan goro-goro adalah terjadinya suatu peristiwa maha dahsyat yang membawa dampak besar terhadap bangsa Indonesia, khususnya ummat islam sebagai golongan yang mayoritas mendiami negara ini.
Awalnya penulis tidak ingin mengkaji permasalahan “goro-goro” sebagaimana yang diramalkan oleh Joyoboyo dan sedang ribut dibicarakan oleh orang-orang setiap menjelang pemilihan presiden.
Awalnya penulis tidak ingin mengkaji permasalahan “goro-goro” sebagaimana yang diramalkan oleh Joyoboyo dan sedang ribut dibicarakan oleh orang-orang setiap menjelang pemilihan presiden.
Penulis lebih menyikapinya dengan sikap apatis (masa bodoh) untuk mengimbangi rasa pesimisme penulis terhadap peristiwa yang akan terjadi tersebut.
Bila perasaan ini dibiarkan berlarut-larut maka secara tidak langsung penulis telah memasukkan dirinya kedalam satu perangkap bahwa penulis telah melakukan “kecurangan intelektual” secara sadar.
Mengapa? Karena penulis menyajikan satu kajian ilmiah yang belum pernah dilakukan oleh manusia dimanapun dalam keadaan tidak utuh, tidak sempurna dan tidak total mengingat antaraSatrio Piningit dan goro-goro memiliki hubungan causalitas (sebab-akibat) yang musti dianalisis secara keseluruhan sesuai dengan pendekatan ilmiah yang dipilih oleh penulis yaitu Alqur’an.
Ayat Alqur’an yang dapat kami kemukakan untuk membackup kebenaran “goro-goro” sebagaimana yang diramalkan oleh prabu Joyoboyo adalah Surah Al-Isra (17 : 58):
Ayat Alqur’an yang dapat kami kemukakan untuk membackup kebenaran “goro-goro” sebagaimana yang diramalkan oleh prabu Joyoboyo adalah Surah Al-Isra (17 : 58):
Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).
Mungkin orang-orang pandai, alim ulama, kiyai dan ustaz akan mengatakan bahwa ayat itu tidak relevan menyebut kebenaran ramalan Joyoboyo menyangkut peristiwa goro-goro oleh karena ayat tersebut hanya berhubungan dengan ummat nabi Saleh dan telah terjadi di masa lampau sebagaimana kelanjutan ayat berikutnya (17 : 59):
Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.
Mereka yang merasa cerdik pandai akan lebih merendahkan penulis jika disampaikan kelanjutan ayat 17:60 berikut ini:
Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Alqur’an . Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.
Mereka yang merasa diri ulama, ustaz, para kiyai dan orang-orang cerdik pandai lainnya tidak menyadari bahwa untuk mengetahui keadaan penduduk Indonesia saat sekarang ini adalah dengan mengkaji ayat 60 terlebih dahulu. Bottom up dan bukan Top down.
Penulis lebih cenderung memaknai kata “mimpi” pada ayat 60 sebagai penglihatan gaib rasulullah di malam isra’ mi’raj, dimana ketika nabi Muhammad menceritakan “mimpi” itu kepada ummat islam sebagian besar tidak mempercayainya dan sebagiannya lagi ragu-ragu kecuali Abubakar Assyiddiq (orang yang meyakini) mimpi tersebut. Allah ingin menguji kemudian menyeleksi tingkat kepercayaan ummat pada masa itu.
Di masa sekarang Allah ingin menguji ummat islam (hususnya di Indonesia) saat ini dengan adanya “pohon kayu terkutuk dalam Alqur’an”. Yang dimaksud dengan pohon kayu terkutuk adalah pohon zaqqum sebagaimana surah 37: 63-67;
Penulis lebih cenderung memaknai kata “mimpi” pada ayat 60 sebagai penglihatan gaib rasulullah di malam isra’ mi’raj, dimana ketika nabi Muhammad menceritakan “mimpi” itu kepada ummat islam sebagian besar tidak mempercayainya dan sebagiannya lagi ragu-ragu kecuali Abubakar Assyiddiq (orang yang meyakini) mimpi tersebut. Allah ingin menguji kemudian menyeleksi tingkat kepercayaan ummat pada masa itu.
Di masa sekarang Allah ingin menguji ummat islam (hususnya di Indonesia) saat ini dengan adanya “pohon kayu terkutuk dalam Alqur’an”. Yang dimaksud dengan pohon kayu terkutuk adalah pohon zaqqum sebagaimana surah 37: 63-67;
- Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
- Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka Jahim.
- Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
- Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.
- Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.
Orang-orang yang melakukan demonstrasi adalah orang-orang yang merefleksikan api kemarahan yang ada di dalam dirinya. Orang-orang itu telah memakan buah zaqqum, dan setelah perutnya penuh mereka diberi minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.
Mereka tidak mau tunduk, mereka melakukan perlawanan dan memaksakan kehendaknya karena kepalanya adalah mayangnya pohon zaqqum seperti kepala-kepala syaitan. Ayat 60 surah Al Isra’ menggambarkan kepada kita suasana dan perasaan manusia yang melakukan demonstrasi yaitu rakyat Indonesia.
Tujuan demonstrasi adalah sikap rakyat yang melakukan protes terhadap pemerintah (presiden dan penyelenggara negara lainnya dari semua tingkatan) disebabkan karena mereka tidak berlaku adil.
Di masa lalu, Allah mengutus nabi Saleh di tengah-tengah kaum Samud. Nabi Saleh berkata kepada kaumnya “janganlah ganggu unta betina itu, biarkanlah dia bebas mencari makannya sendiri”.
Di masa lalu, Allah mengutus nabi Saleh di tengah-tengah kaum Samud. Nabi Saleh berkata kepada kaumnya “janganlah ganggu unta betina itu, biarkanlah dia bebas mencari makannya sendiri”.
Nabi Saleh mengatur secara adil sumber air buat yang diminum oleh manusia dan air untuk yang diminum oleh unta betina tersebut. Unta betina hanyalah ujian Allah sebagai tanda untuk menakut-nakuti. Namun kaum Samud melakukan perbuatan yang melampaui batas. Mereka mengganggu, menyakiti dan menganiaya unta betina itu. Maka turunlah azab Allah berupa hujan batu yang membinasakan seluruh kaum Samud.
Di masa sekarang, para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) di semua tingkatan dan lini dapat dimaknai sebagai kaum Samud dan unta betina dapat dimaknai sebagi rakyat Indonesia.
Di masa sekarang, para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) di semua tingkatan dan lini dapat dimaknai sebagai kaum Samud dan unta betina dapat dimaknai sebagi rakyat Indonesia.
Biarkanlah rakyat Indonesia menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya. Janganlah hak rakyat diselewengkan dan dikorupsi habis-habisan yang menyebabkan terjadinya inflasi, harga-harga melambung tinggi yang menyebabkan rakyat tidak memiliki “daya beli” sehingga mereka susah makan.
Di pulau Jawa sudah banyak masyarakat yang hanya makan nasi aking yaitu nasi basi yang dikeringkan kemudian dimasak kembali untuk dimakan. Ini menandakan kebebasan rakyat untuk membeli beras sudah diganggu sebagai dampak melemahnya “daya beli” masyarakat.
Allah menurunkan azabnya kepada kaum Samud. Allah menurunkan azabnya kepada penyelenggara negara di semua tingkatan. Hujan batu dapat dimaknai sebagai demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat. Semua demonstrasi hanya mempermasalahkan “kesulitan hidup”. Demonstrasi adalah tanda-tanda yang datangnnya dari Allah untuk menakuti.
Ayat 60 surah Al’isra untuk menggambarkan suasana batin rakyat Indonesia dan ayat 59 Al’isra yang menggambarkan pelanggaran-pelanggaran penyelenggara pemerintahan berjalan terus dan berputar seperti tidak akan ada habisnya. Demonstrasi tidak akan pernah habis kecuali ratu adil (Satrio Piningit) yang memimpin penyelenggara pemerintahan.
Di pulau Jawa sudah banyak masyarakat yang hanya makan nasi aking yaitu nasi basi yang dikeringkan kemudian dimasak kembali untuk dimakan. Ini menandakan kebebasan rakyat untuk membeli beras sudah diganggu sebagai dampak melemahnya “daya beli” masyarakat.
Allah menurunkan azabnya kepada kaum Samud. Allah menurunkan azabnya kepada penyelenggara negara di semua tingkatan. Hujan batu dapat dimaknai sebagai demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat. Semua demonstrasi hanya mempermasalahkan “kesulitan hidup”. Demonstrasi adalah tanda-tanda yang datangnnya dari Allah untuk menakuti.
Ayat 60 surah Al’isra untuk menggambarkan suasana batin rakyat Indonesia dan ayat 59 Al’isra yang menggambarkan pelanggaran-pelanggaran penyelenggara pemerintahan berjalan terus dan berputar seperti tidak akan ada habisnya. Demonstrasi tidak akan pernah habis kecuali ratu adil (Satrio Piningit) yang memimpin penyelenggara pemerintahan.
Dan alam pun ikut serta memperlihatkan tanda-tandanya. Bencana tsunami, gempa bumi, banjir bandang dan tanah longsor di mana-mana, letusan gunung berapi di dasar laut dan di darat dan sebagainya memberi tanda-tanda kepada kita bahwa azab Allah yang sangat keras telah diturunkan (17:58).
Jika kita tidak melihat tanda-tanda alam ini sebagai azab Allah dan tidak mengambilnya sebagai pelajaran, bukan tertutup kemungkinan Allah akan membinasakan sebagian besar penduduk Indonesia sebelum hari kiamat tiba, dan menyisakan sedikit penduduk untuk menikmati era baru, era pemerintahan ratu adil (Satrio Piningit). Goro-goro dan Satrio Piningit adalah satu kesatuan yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Tanpa goro-goro Satrio Piningit tidak akan pernah muncul di tengah-tengah kita semua.
Telaah kritis peristiwa pemuda Ashabul Kahfi yang bersembunyi sangat relevan dengan ramalan Joyoboyo tentang Satrio Piningit yang bersembunyi. Kajian ini dilakukan bukan karena dilandasi oleh dorongan hawa nafsu duniawi atau karena ada maksud-maksud tertentu sehingga dapat mengurangi nilai objektifitasnya sebuah tulisan. Kajian ini dilakukan dengan niat suci dan tulus ingin memberi sesuatu yang berarti buat bangsa Indonesia hususnya buat ummat islam.
Telaah kritis peristiwa pemuda Ashabul Kahfi yang bersembunyi sangat relevan dengan ramalan Joyoboyo tentang Satrio Piningit yang bersembunyi. Kajian ini dilakukan bukan karena dilandasi oleh dorongan hawa nafsu duniawi atau karena ada maksud-maksud tertentu sehingga dapat mengurangi nilai objektifitasnya sebuah tulisan. Kajian ini dilakukan dengan niat suci dan tulus ingin memberi sesuatu yang berarti buat bangsa Indonesia hususnya buat ummat islam.
Apalah arti seorang Cahyo Nayaswara, seorang seniman religius yang berpakaian apa adanya, berbicara apa adanya di tengah-tengah orang-orang yang merasa dirinya kaum cerdik cendikia.
Cahyo Nayaswara hanyalah seperti sebuah busa di tengah samudera yang luas, yang tidak punya arti apa-apa bagi banyak orang. Tapi barangkali ada juga sedikit orang yang berfikir dan melihat busa itu sebagai petunjuk Tuhan bahwa di bawah busa itu, di dasar lautan yang dalam ada sebuah mutiara indah yang mahal harganya yang patut diselami.
Dan kepada banyak orang yang menolak kebenaran ini biarkanlah dia mendengar firman Allah di bawah ini:
Dan kepada banyak orang yang menolak kebenaran ini biarkanlah dia mendengar firman Allah di bawah ini:
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya?Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (18 : 57)
Cahyo Nayaswara bukan orang pertama yang menyampaikan kebenaran ramalan Joyoboyo tapi Cahyo Nayaswara adalah orang pertama yang menyampaikan kebenaran ramalan Joyoboyo berdasarkan Alqur’an. Cahyo Nayaswara hanya menyampaikan atau menyuarakan kebenaran tidak lebih dari sekedar sebagai Sabdo Palon Nayo Genggong.
Akan ada sedikit orang yang dapat menyelami makna-makna sebuah perkataan seperti menyelami lautan dalam untuk mendapatkan mutiara indah yang mahal harganya.