Legenda Gunung Bromo
Dahulu kala, hiduplah sepasang suami istri di sebuah dusun. Suatu hari, sang istri melahirkan anak perempuan yang sangat lucu, anehnya waktu dilahirkan, bayi tersebut tidak menangis, sehingga bayi tersebut diberi nama Roro Anteng (“anteng” dalam bahasa Jawa berarti tenang/diam).
Di waktu bersamaan, di sebuah keluarga yang lain, dilahirkan pula seorang anak laki-laki yang sangat sehat dan montok dan diberi nama Joko Seger. Waktu berlalu, Roro Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik yang membuat kagum seluruh pemuda kala itu.
Kecantikan Roro Anteng terdengar sampai ke telinga Kiai Bima, seseorang yang sakti mandraguna. Kiai Bima pun mendatangi Roro Anteng dan hendak untuk menikahinya. Bila permintaannya tidak dituruti, dia akan membuat bencana pada dusunnya. Akhirnya Roro Anteng dengan berat hati bersedia untuk dinikahi, namun dengan satu syarat, yaitu Kiai Bima harus membuatkan danau dalam waktu satu malam saja.
Syarat dari Roro Anteng pun disanggupi oleh Kiai Bima. Dengan menggunakan batok kelapa, Kiai Bima mengeruk tanah untuk dijadikan danau. Karena kesaktiannya, dalam waktu singkat, danau tersebut terlihat akan selesai dibuatnya. Melihat hal itu, Roro Anteng kuatir, akhirnya dia punya ide. Dia memukul-mukul alu agar seolah-olah hari sudah pagi dan terdengar oleh ayam sehingga ayam pun berkokok.
Ide Roro Anteng berhasil, mendengar ayam berkokok, Kiai Bima mengira sudah fajar dan dia tidak mampu memenuhi syarat dari Roro Anteng. Akhirnya dia membanting batok kelapa itu dan meninggalkannya. Batok kelapa tersebut sekarang menjadi Gunung Batok yang berada di sebelah Gunung Bromo. Bekas galiannya menjadi Segara Wedi atau lautan pasir yang bisa dilihat sampai sekarang.
Roro Anteng pun akhirnya bertemu dengan Joko Seger, dan mereka berdua menikah. Pernikahan berjalan beberapa lama, namun tidak jua dikaruniai seorang anak. Akhirnya Joko Seger berdoa pada Dewa, bila dikaruniai anak, dia bersedia mengorbankan salah satu anaknya.
Doa Joko Seger ternyata didengarkan, mereka pun akhirnya dikaruniai beberapa anak. Setelah anak-anak mereka tumbuh dewasa, Joko Seger melupakan janjinya. Ketika sedang tertidur, dia mendapat bisikan agar memenuhi janjinya untuk mengorbankan salah satu anaknya.
Akhirnya hal itu disampaikan kepada anak-anaknya. Joko Seger sebenarnya tidak rela mengorbankan anaknya, namun bila janji tersebut tidak dipenuhi, akan terjadi bencana yang melanda dusun mereka. Akhirnya salah satu dari anak mereka dengan ikhlas bersedia dikorbankan.
Hari yang ditunggu telah tiba. Keluarga Joko Seger pun menuju ke kawah Gunung Bromo serta membawa beraneka hasil bumi untuk sesajen. Salah satu anak dari Joko Seger yang dikorbankan pun telah siap dan akhirnya anak tersebut menerjunkan diri ke kawah Gunung Bromo tersebut.
Setelah janji Joko Seger dipenuhi, mereka akhirnya hidup bahagia di sekitar Gunung Bromo. Keturunan mereka sekarang bernama Suku Tengger, perpaduan antara Roro Anteng dan Joko Seger. Prosesi pengorbanan anak Joko Seger pun masih bisa kita saksikan sampai sekarang.
Pada bulan purnama tanggal 14 atau 15 bulan Kasodo menurut penanggalan Jawa, dilakukan upacara Kasodo, yang disana juga terdapat prosesi pelemparan sesajen ke kawah Gunung Bromo.